Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Hadapi Virus VUCA dengan Antivirusnya

Ervin Widodo. (Tangkap layar Ria Eka Lestari/IGIGresik)

IGIGRESIK-Sebagai praktisi pendidikan sudah tentu guru harus selalu merasa bodoh. Jangan pernah guru merasa cukup karena pergerakan ini sangat cepat sekali. Dan dalam percepatan ini, ada sebuha kondisi yang diserang oleh virus VUCA. Apa sih yang dimaksud dengan VUCA? Pertanyaan ini diajukan oleh Ervin Widodo, Executive Director Proven Force Indonesia, Jumat (27/8/2021).

“Kondisi VUCA adalah kondisi yang penuh dengan perubahan, penuh dengan kehebohan, penuh dengan kesemrawutan. Kondisi Volatility. Hari ini bisa landai jalan tenang, besok bisa tiba-tiba menukik, besok menaik, dan sebagainya. Pastinya penuh dengan ketidakpastian, Uncertainty. Ini adalah kondisi saat ini. Dan kita juga harus menyadari bahwa kondisi saat ini adalah kondisi Complexity. Komplek, saling terkait antara hal yang satu dengan hal yang lain,” jelasnya di hadapan peserta Pembekalan Manajemen Organisasi dan Entrepreneurship Pengurus IGI se-Indonesia.

Dalam kegiatan yang dilaksanakan secara virtual ini, laki-laki yang menamatkan pendidikannya pada studi S3 di Universitas Negeri Jakarta tahun 2018 dalam program studi Manajemen Pendidikan ini menyampaikan perbedaan zamannya atau rekan-rekan yang seusia kolonial sepertinya dengan zaman sekarang. Zaman dulu perubahan itu bisa setahun sekali, enam bulan sekali. Sekarang tidak. Bisa per jam. Apa yang terjadi saat ini, sejam lagi bisa berubah. Sudah penuh dengan kedinamisan. Ini sudah tentu membuat guru pun dalam kondisi yang Ambiguity atau galauisme. Guru jadi galau mana yang harus dilakukan.

“Bapak dan Ibu ini punya amanah yang sangat luar biasa besar untuk menjaga jutaan anak manusia untuk tetap berjalan pada relnya meraih mimpi-mimpinya. Kita bisa hadapi dengan antivirus VUCA juga. Vision, Understanding, Clarity, Agility. Kita tidak bisa diam, kita harus terus bergerak. Dan untuk bergerak ini kita perlu berpegang kuat pada Vision. Value of purpose kita itu apa, itu penting. Kemudian selanjutnya adalah Understanding, paham. Jangan denial, ngeyel,” tegasnya.

Menurutnya, kondisi ini sudah berubah, pahami. Jangan berkutat pada retorika dulu, 20 tahun yang lalu, dulu, dulu, dan dulu. Masa lalu adalah kenangan, hari ini adalah kenyataan, masa depan adalah impian. Ia mengajak guru untuk ayo fokus di sini, fokus untuk masa depan. Clarity, guru melihat suatu permasalahan itu dengan jelas. Dan yang terakhir, Agility. Jangan guru seperti ular yang makan tiang listrik. Ular itu kalau berjalan belok kiri belok kanan.

“Dengan kondisi kita sekarang ini, kita pun kalau jalan yang lincah, cari kondisi yang kita bisa lewat. Ular itu kalau jalannya lempeng, strike, ya nggak jalan-jalan. Meski tidak cepat, tapi bisa sampai tujuan. Anda adalah guru. Anda adalah seorang pemimpin. Guru itu adalah seorang pemimpin. Itu harus benar-benar dicamkan dalam pikiran kita. Bapak dan Ibu pernah dengar Jenderal Besar Republik Indonesia yang bernama Sudirman?” tanya pria yang memulai karirnya sebagai officer di dunia  perbankan sejak tahun 1997 hingga 2007 itu.

Ia melanjutnya, profesi Sudirman awalnya adalah seorang guru. Kenapa dia bisa menjadi seorang pemimpin yang besar? Karena dia sudah terbiasa memimpin. Setidaknya memimpin kelas, memimpin rekan-rekannya, untuk mencapai tujuan. Untuk menghadapi kondisi VUCA, guru harus memiliki kecerdasan adversity, suatu kemampuan seseorang untuk mengubah hambatan menjadi peluang, bangkit dari rasa sakit.

“Seorang pemimpin itu seperti orang yang naik gunung. Kalau kita lihat foto-foto di pemandangan, itu indah semuanya. Kalau kita lihat orang jalan-jalan itu sepertinya asyik. Tapi coba kalau kita naik gunung. Detik ini kita melihat cuaca sangat cerah, detik ini pemandangan sangat indah. Lima menit, 10 menit ke depan bisa jadi ada badai. Dan untuk itu kita harus siap mengahdapinya. Apakah kita akan berlindung dulu atau bersembunyi, tetap kita harus menghadapinya,” ungkapnya.

Ia menambahkan, ada tiga karakter dalam kecerdasan adversity. Karakter yang pertama adalah quitters, kedua adalah campers, sedangkan yang ketiga adalah climbers. Tipe pertama itu adalah orang yang ketika pertama kali mau naik gunung, di kaki gunung, perlengkapan sudah ada, lalu dia melihat gunung begitu tinggi, jalan setapak kiri kanan hutan, terjal, dia langsung lempar handuk. Dia mengatakan saya tidak bisa. Saya menyerah.

“Bapak Ibu, semua orang berhak mau lanjut  atau menyerah. Tapi kita ini guru, sebagai role model, apa yang kita bayangkan saat kta menyerah? Anak didik kita akan lebih menyerah lagi. Jadi please jangan jadi tipe quitters. Tipe yang kedua adalah tipe campers, ini adalah tipe orang-orang yang terus berjalan sehingga pada saat dia menemukan titik tertentu, dia istirahat, tapi please jangan kelamaan,” pintanya.  

Tipe campers memutuskan untuk stay kemudian dia buka tenda, lalu dia menyalakan api unggun, lalu memutuskan, ah, sudah ah, saya sampai sini saja. Itu tidak salah, ketika dia memutuskan untuk berhenti, itu tidak salah. Tapi sayang kalau tidak dilanjutkan. Karena siapa tahu puncaknya tinggal sedikit lagi. Kita harus memiliki jiwa sebagai climbers. Karena peran kita ini besar. Kita di sini dituntut untuk mengajak rekan sejawat dan siswa kita ayo maju ke depan.

Danang Hidayatullah. (Tangkap layar Ria Eka Lestari/IGIGresik)


Mengawali sesi, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia (PP IGI), Danang Hidayatullah, mengutip Jack Ma yang pernah berkata hari ini sulit, esok bisa jadi lebih sulit, dan lusa mungkin adalah hari yang indah. Tapi kebanyakan orang tertidur di malam hari.

“Bapak Ibu, teman-teman Pengurus IGI se-Indonesia, sampai hari saya meyakini bahwa Bapak Ibu hadir di pertemuan kedua hari ini karena Bapak Ibu memiliki visi misi yang sama dan tujuan yang sama yaitu bagaimana kita bisa bergerak tapi juga menggerakkan Indonesia bahkan kalau bisa kita menjadi icon dunia,” ucapnya menyemangati IGI-ers yang hadir.


Dr. Marjuki, M.Pd. (Tangkap layar Ria Eka Lestari/IGIGresik)

Ketua Dewan Pembina PP IGI, Dr. Marjuki, M.Pd., turut menyampaikan apresiasinya Ketum dan jajarannya yang terus menginspirasi IGI se-indonesia. IGI di daerah sudah mulai menggeliat dan IGI diterima di berbagai kalangan, banyak birokrasi yang mulai melirik IGI.

“Ketika menjadi Pengurus IGI, selalu terapkan 3M. M pertama adalah Mau yaitu mereka yang betul-betul mau untuk menghidupi IGI. Yang kedua adalah Mampu yaitu mereka yang memiliki kompetensi untuk memimpin dan yang ketiga adalah Mlaku yang terus bergerak untuk sharing and growing together,” pesannya.

Perlu diketahui bahwa Pembekalan Manajemen Organisasi dan Entrepreneurship sesi pertama telah dilaksanakan Jumat, 20 Agustus 2021 pekan lalu pada materi Organizational Commitment dengan narasumber Jimmy Gani.

Selamat mengasah kecerdasan adversity! (Ria Eka Lestari)


 

Post a Comment

0 Comments