Menunggu
hujan di bulan Agustus
Ditemani
secangkir kopi dan bara tanya
Tentang
rintik dan kadar derainya
Akankah
ada senyum sumringah
Seiring
bening pemimpin
Yang
akan diuji dalam suara memilih
Ataukah
ada petir menyetir
Serupa
kekagetan adanya hujan di bulan Agustus
Di
sudut lain ada gempita bersorak
Berlapis
peluh penuh semangat
Kaburkan
ego samarkan nego
Demi
merah putih terkasih
Akankah
ada senyum sumringah
Seiring
bendera dibentang
Bergema
lagu dikumandang,
Ataukah
ada derai membelai
Sisakan
hujan di bulan Agustus?
Hujan
di bulan Agustus memang nyata
Senyata
kemerdekaan yang kan terulang
Senyata
penetapan yang kan terjadi
Senyata
adu hebat yang kan digemakan
Untuk
satu,
Hujan
Agustus
Syahdu
ataukah mencekam!
Juli 2018 Menjelang Pilgub
Hujan Pergi
Hujan tak datang lagi
Dibiarkan terik berkuasa
Menyapu jejak-jejak kenangan dengan angin
Yang tak pernah diingin
Dingin
Beku
Hilang.
Hujan enggan datang lagi
Sengaja memang aku tutup tembikar awan
Aku tiup gumpalannya menjauh
Menceraikannya dengan segala daya
Yang tak
pernah Berjaya
Sendiri
Susah
Sungguh!
Hujan tak datang terik membentang
Aku gelar sajadah syukur
Memantrainya dengan kecup janji
Yang tak pernah berarti
Rasa
Kenangan
Mati!
November 2020
Untuk Hujan
Hujan
Aku pinjam jaketmu,
Aku ingin bisa tenang
Tak lagi menanti engkau berderai
Tak lagi mendamba engkau bersemai
Hujan
Aku pinjam deraimu,
Aku ingin bisa menangis
Melupakan jejak purba
Menyarinya dengan segala damba
Hujan
Aku pungut dinginmu,
Aku jadikan mantel
Agar kenangan beku
Hujan
Aku pungut namamu
Di setiap puisiku
Karena aku tahu,
Rinaimu lahirkan sejuta kisah
Meski kadang pilu menderah
Tentang Hujan
Tenang, hujan masih air,
Jangan takut hanyut dalam ketidakjelasan,
cukuplah nikmati airnya, hanyutlah dalam kenyataan
Kebersamaan yang tak nyaman itu
biasa,
Sebiasa kita temukan air dengan
minyak,
Sebiasa kita pertemukan -
perempuan dengan pelaminan
Akan nyaman jika dibiasakan.
Tenang, hujan tetap air.
Jangan takut tenggelam dalam genangan,
cukuplah nikmati kenangan,
tenggelamlah dalam kebermanfaatan.
Rutinitas tiba-tiba berkalung suasa,
Disandarkannya asa beda rasa,
Lalu waktu menyiratkan perbedaan
cara dan arah.
Keluh, resah, dan gelisah,
Menyatu dalam ruang berlabel telaah.
Menyeret ego untuk segera tuntaskan hari ini juga
nanti.
Tenang, hujan masih dan tetap air,
Jangan berhenti berpikir karena ini
bukan akhir.
Jangan berhenti ikhtiar karena jalan
esok
kita yang ukir, bukan mereka. (Aluk, 1/2021)
Bionarasi
Khusnul Khuluq atau biasa disapa
Pak Aluk merupakan guru bahasa Indonesia di SMK Negeri 1 Cerme Gresik. Sejak
2012 - sekarang, ia mendapatkan amanah sebagai ketua MGMP Bahasa Indonesia SMK
Kab. Gresik. Sebuah amanah yang mendorongnya untuk terus berbuat lebih baik,
terutama dalam bidang literasi. Di MGMP, beliau menjadi pelopor diterbitkannya
kumpulan puisi karya guru. Tahun ini kumpulan cerpen. Di sekolah, beliau aktif
sebagai pelopor komunitas literasi yang secara rutin tiap tahun menerbitkan
karya siswa dalam bentuk buku. Jika ingin berkomunikasi lebih dengan Pak Aluk
bias melalui surel alahsani2009@gmail.com
0 Comments