Fashion Designer
Dunia
Siang itu
di dalam kelas, Rendi yang sedang asyik membolak-balik buku fashion dan pola menjahit pakaian yang
dipinjam dari perpustakaan sekolah tiba-tiba tersentak kaget. Teman-teman
laki-laki di kelasnya datang mengejek dengan suara gaduh hingga terdengar
sampai kelas sebelah.
“huuuuuuuu...laki-laki
baca buku begituan. Tidak keren. Hahahahaha” celetuk Dani dan beberapa teman
sambil duduk menghadap ke meja Rendi.
“Hahaha
iya mau jadi banci kamu Ren?’ Hahaha”
“Betul,
betul.. banci! banci! banci!” Teriak Dani dan teman-teman sekelasnya kompak
sambil bertepuk tangan dan memukul-mukul meja. Rendi hanya tersenyum lalu
menunduk menatap buku yang dipinjamnya. Namun, dia tidak melakukan apapun
selain hanya diam dan mendengarkan cercaan yang menerpa dirinya.
“Hei
apa yang kalian lakukan! Duduk di bangku kalian!” teriak Bu Esti dari balik
jendela membuyarkan obrolan dan nyanyian yang dibuat dalam beberapa menit berjudul
“si banci”. Melihat bu Esti membentak dari luar jendela membuat murid-murid
sekelas kelabakan dan segera mencari tempat duduk. Merapikan baju, memakai
sepatu, kursi dan mejanya.
Rendi
yang sudah duduk di bangku hanya menarik kursinya tanpa memasukkan buku yang
sudah dipinjamnya ke dalam tas atau laci. Waktu pelajaran fisika yang di
bimbing oleh bu Esti tidak membuatnya fokus karena ejekan yang diterimanya
barusan. ‘Ah biarkan. Ibu menyuruhku untuk selalu tersenyum apapun yang terjadi’
katanya lirih sambil menarik napas dalam-dalam.
Suasana
sangat terik menyergapi perjalanan Rendi pulang ke rumah. Dengan menenteng buku
pinjamannya, dia berjalan menyusuri toko pakaian. Melihat dari etalase toko
baju-baju kebaya yang cantik membuat hiburan tersendiri pada diri Rendi. ‘Ibu
pasti juga bisa membuatnya’ katanya di dalam hati sambil tersenyum semangat
hingga sampai di rumah.
Sesampainya
di rumah, Rendi segera meletakkan buku pinjaman di atas mesin jahit yang biasa
dipakai ibunya. Sembari mengucap salam
Rendi mencium tangan Ibunya. Melihat Rendi pulang sekolah, Ibunya langsung
membalas salam dan menanyakan tentang kegiatan hari ini seperti biasa. “Bagaimana
Rendi tadi di sekolah?” Tanya Ibu kepada Rendi yang sedang membereskan sepatu
“Alhamdulillah bu lancar tadi PR fisikanya
sudah dikoreksi dan minggu depan ada ulangan harian” jawab Rendi seperti biasa.
“Wah
berarti kamu harus belajar ya Nak, biar bapak di surga senang lihat kamu
belajar” tukas Ibu Rendi menyemangati anak keduanya.
“Pasti
bu Insyaallah Rendi mendapat hasil yang memuaskan lagi” kata-kata Rendi selalu
mendamaikan hati Ibunya. Dia berpikir harus mandiri dan tidak membebani Ibunya.
Seperti
biasanya, setiap sore Rendi habiskan untuk membantu Ibu menjahit baju
pelanggan. Memotong pola adalah keahliannya selain membuat desain baju. Ibunya
bertugas untuk menjahit baju menjadi busana yang indah sesuai dengan keinginan
pelanggan. Rendi selalu mempunyai ide untuk membuat desain baju yang terkini
meskipun dia laki-laki namun sangat piawai. Dia haus akan referensi fashion dan mendapat ide dari buku
pinjaman dan melihat model baju di pasar saat perjalanan pulang sekolah. Ibu
sangat bangga kepada Rendi yang mau membantunya tanpa mengeluh padahal dia
masih kelas 2 SMA. Dia berencana untuk membuatkan baju buatan sendiri untuk hadiah
ulangtahun Ibunya dengan bantuan dana dari tabungan. ‘Nanti malam aku akan menyicil
pola baju ini ah’ kata Rendi di dalam hati.
Waktu
menujukkan pukul 7 malam, saatnya Rendi bergegas mengambil buku pelajaran untuk
besok, menyiapkan dan membaca sedikit materinya. Dia selalu belajar dengan
menemani ibunya agar mengetahui saat ibunya meminta tolong untuk mengambilkan
sesuatu. Sudah dua bulan tangan kanan Ibunya di balut kain perban. Tangannya
patah akibat dari terpeleset saat membuang sampah di belakang rumah. Saat itu
sedang gerimis dan membuat tanah becek dan lembab, alhasil Ibunya jatuh
tersungkur dan mematahkan pergelangan tangan. Ibu yang melihat jam waktu
istirahat, menyuruh Rendi untuk beristirahat agar besok berangkat lebih awal ke
sekolah. Rendi menyetujui dan segera merapikan buku pelajarannya dan bergegas
tidur agar bisa bangun memotong pola baju.
Keesokan
harinya, seperti biasa Rendi berangat ke sekolah berjalan kaki. Dari kejauhan
tampak Dani dan teman-teman sekelasnya dengan gesit mengayuh sepeda hingga akan
menabrak Rendi yang sedang berjalan. Menggoda Rendi dengan menghalang-halangi
jalannya. Hingga akhirnya Ia jatuh di dekat kubangan air kotor dan hasil pola
baju untuk hadiah Ibunya yang dikerjakan semalam suntuk berhamburan keluar dari
tas yang sudah rusak resletingnya.
“Banci!
Hahahha!” olok Dani dan teman-temannya sambil mengayuh sepeda dengan cepat
karena takut dibalas oleh Rendi. Ia pun bangun dan tersenyum sambil menatap
nanar pola baju untuk ibunya sebagian jatuh ke dalam kubangan dan tidak bisa
digunakan. Lalu dia bergegas merapikan isi tas dan pakaiannya lalu berangkat
kembali ke sekolah.
Di
dalam kelas Rendi mulai memikirkan untuk membuat pola baju lagi, dia
membolak-balik dan menyeketsa baju seperti apa yang akan dibuatnya dengan
berbagai alternatif. Melihat keasyikan Rendi, Dani diam-diam mendekat dan
menumpahkan es dawetnya di atas meja Rendi dan mengenai sketsa baju yang
dibuat. Sontak Rendi kaget dan menanyakan kenapa Dani melakukan hal tersebut.
“Apa?
kenapa lihat-lihat? Mau jadi apa kamu besok? Tukang Jahit?? Hahaha. Dasar
banci!” Dani menyahut.Tanpa banyak kata, Rendi langsung mengambil kain pel dan
membersihkan mejanya hingga kering.
Waktu
pulang, Rendi selalu menyempatkan diri mengitari pasar melihat model baju
seperti biasanya. Memilih model yang cocok untuk Ibunya lalu pergi ke toko kain
membeli kain beberapa meter. Dani yang tidak sengaja mampir ke pasar membeli
keperluan Ibunya, melihat Rendi sedang memilih kain dan mengamati busana-busana
wanita dengan seksama. ‘Haha Dasar Banci!’ serunya dalam hati. Ia senang karena
mempunyai bahan olokan untuk esok hari yang akan ditunjukkan kepada
teman-temannya.
“Bu
Rendi berangkat sekolah dulu ya, Assalamualaikum” kata Rendi sambil mencium
tangan. Memutar, melewati jalan-jalan
dimana banyak model baju yang terpampang di etalase toko menjadi kesenangannya.
Mengamati model baju hingga tidak sadar ketika jam sudah menunjukkan waktu
masuk sekolah. Tiba-tiba di depan mata Rendi terlihat seorang ibu sedang
berteriak meminta tolong karena anaknya sedang tertimpa sepeda motor dan
belanjaan yang ditumpangi. Nampaknya ibu
yang membawa barang berat tersebut akan mengantar anaknya ke sekolah, tetapi
karena membawa belanjaan dari pasar yang banyak, tidak kuasa menahan beban di
atas sepeda motor hingga menimpa kaki ibu sendiri, kaki dan tangan anaknya. Seketika
anak tersebut pingsan akibat terkejut dan ibu yang melihatnya berteriak-teriak
meminta tolong. Jam-jam kerja yang padat membuat banyak orang terburu-buru pergi
bekerja atau melakukan aktivitas lain sehingga banyak yang acuh tak acuh.
“Tolong...tolong,
anak saya tolong” teriak ibu yang terjepit motor.
Rendi
yang melihat hal tersebut langsung berlari membantu sebisanya, kemudian datang
beberapa bantuan dari pejalan kaki yang lewat. Akhirnya, Rendi berlari mencari
penjual minuman hangat dan kemudian diberikan kepada anak yang pingsan tadi.
“Bu
Ini minumnya bu, biar Dani cepat siuman” kata Rendi sambil menyodorkan teh
hangat kepada Ibu tadi.
“Lho
kok kenal sama Dani Nak? Oh kamu teman sekelas Dani to?” dengan cepat Rendi
menjawab, ‘bu maaf saya harus segera pergi ke sekolah’. Rendi pun segera
berlari pergi ke sekolah meskipun sudah terlambat.
Di
sekolah, Rendi memberitahukan kepada wali kelas bahwa Dani mengalami kecelakaan
dan pingsan akibat tertimpa sepeda motor dan belanjaan ibunya. Pada hari itu
juga, Rendi dan teman sekelasnya menjenguk Dani di rumahnya bersama wali kelas.
Di rumah Dani, Ibunya bercerita panjang lebar mengenai kejadian yang menimpa
dirinya dan anaknya. Dani yang sudah siuman masih terbaring lemah karena
badannya yang kecil tertimpa sepeda motor dan barang belanjaan Ibunya.Wali
kelas mengatakan bahwa Dani diizinkan untuk istirahat hingga keadaannya pulih.
Lalu mereka berpamitan kepada Ibu Dani sambil bersalaman, saat bersalaman
dengan Rendi, Ibu Dani mengamati wajah Rendi dan sadar bahwa tadi yang
menolongnya adalah teman Dani. Dia mengucapkan terimakasih sudah menolong
mengangkat sepeda dan membelikan minuman hangat kepada Dani hingga akhirnya
siuman. Teman-teman sekelas Rendi hanya diam memperhatikan bahwa selama ini
mereka salah menilai orang dari apa yang dia sukai. Mereka langsung meminta maaf
kepada Rendi atas perilaku bully yang
selama ini mereka lakukan. Perilaku Rendi sangat terpuji dan layak ditiru wejangan
dari wali kelas.
“Tidak apa-apa teman, mungkin saya yang
mempunyai salah kepada kalian” sahut Rendi kepada teman-teman sekelasnya. Dani
yang mendengar hal tersebut diam tak berkutik dan memilih melanjutkan untuk
berbaring.
Tiga
hari kemudian, Dani pun masuk ke sekolah. Dia langsung meminta maaf kepada Rendi
atas perilakunya selama ini.
“Tidak
apa-apa Dan, saya juga minta maaf ya jikalau saya mempunyai kesalahan selama
ini” jawab Rendi dengan senyuman seperti biasanya. Detik itu pula Dani dan
teman-teman lain tidak mempermasalahkan kesukaan Rendi ataupun teman kelas
lainnya. Malah mereka, terutama para teman perempuan selalu bertanya kepada
Rendi tentang model baju apa yang cocok dan masalah lainnya. Mulai saat itu
juga, banyak teman dan guru Rendi menjahitkan baju ke Rendi dan Ibunya. Saat
hari ulangtahun Ibunya, Rendi sudah dapat membuatkan baju untuk ibunya. Beliau
sangat senang melihat kesungguhan anaknya menjahitkan baju sebagai hadiah
ulangtahun. Beberapa tahun kemudian, Rendi memutuskan untuk melanjutkan
pendidikan di dunia fashion dan mendapatkan beasiswa untuk belajar di kota
Mode, Italia. Keteguhan akan cita-cita membawa dirinya menuju puncak
kesuksesan, meskipun Rendi memilih fashion sebagai hobi dan pekerjaannya, ia
merasa percaya diri dan mampu melakukan.
Percayalah, sesuatu yang kau pegang teguh
dan engkau yakini dengan sepenuh hati akan membahagiakanmu cepat atau lambat- Rendi Fashion
Designer Dunia.
Profil
Penulis
Heppy
Zakiatun Nissa, penulis pemula yang hobi memasak,
senang mencoba mempelajari berbagai hal baru
termasuk menulis. Semoga tulisan saya menginspirasi orang banyak. Terimakasih
0 Comments