Madrasah Ula Sekolah Literasi tanpa Hari Libur
Optimalisasi program literasi digital dapat dimulai dari lingkup
sosial terkecil, yaitu keluarga. Dimana pemegang tahta tertinggi dalam
pembentukan karakter dan kebiasaan anak adalah orang tua, terutama ibu.
Sebagai ibu, wanita berperan besar dalam menciptakan kondisi
lingkungan tempat anak dibesarkan. Suara apa yang pertama didengar anak,
pemandangan apa yang pertama ia lihat, kata pertama apa yang ia bicarakan
hingga kebiasaan apa yang akan terus dilakukan secara berulang. Sebab
lingkungan pertama yang direkam anak dalam memori otak itulah rumahnya.
Segala sesuatu yang dilakukan orang terdekatnya akan terkemas rapi
dalam ingatan sang anak. Ia akan menirukan hal tersebut secara berkala. Potensi
dan kemampuan para ibu sangat berpengaruh besar dalam membentuk warna dan corak
generasi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, ibu sebagai madrasah
pertama bagi anak-anaknya.
Berawal dari pendidikan di keluarga, ibu mulai mengepakkan
sayapnya, karena start yang sempurna akan mempengaruhi hasil akhir dalam suatu perlombaan,
sebab kehidupan dalam keluarga merupakan titik awal dalam kehidupan bernegara.
Seorang anak balita memiliki tingkat kecerdasan yang cukup tinggi
untuk menangkap sesuatu di lingkungannya. Selain memasuki masa golden age,
kepekaan dan daya tangkapnya cukup signifikan. Maka, ibu dapat mengisi ruang
tersebut dengan berliterasi digital bersama anak.
Kebutuhan akan gadget ditunjang dengan kemajuan teknologi digital,
kini mengakses informasi apapun sangatlah mudah. Beberapa memang berdampak negatif,
namun kita sebagai Madrasah Ula (Sekolah Pertama) dari seorang
anak hendaklah bijak dan cerdas dalam memanfaatkan kemajauan teknologi yang
ada. Kita semua para ibu tentunya menginginkan anak-anak kita kelak tumbuh
dewasa dengan pengetahuan luas dan akhlak yang mulia.
Memulai dari mengakses audio media digital pengenalan angka, huruf
dan kosakata melalui lagu, pengenalan anggota tubuh, hingga mencari percobaan sains
dengan melihat tutorial di internet. Hal tersebut juga dapat merangsang daya
imajinasi seorang anak, juga pengembangan pola berpikirnya. Kita bisa
mengalihkan anak yang mulanya hanya candu menonton kartun atau game online
dengan mengajaknya berliterasi digital yang tentunya dengan dampingan orang
tua.
Masa anak-anak merupakan masa dimana tingkat penasaran hal baru
sangat tinggi, dengan begitu sebagai ibu kita bisa menuntun anak untuk
bereksplorasi sesuai bakat dan minatnya dengan memanfaatkan media digital.
Berbagai fitur yang disediakan internet sangat memudahkan anak dalam
berliterasi yang tentunya lebih menarik dibandingkan dengan pembelajaran di
masa dahulu yang hanya mengandalkan buku saja.
Selain itu, efisiensi waktu juga menjadi salah satu manfaat dari
berkembangnya literasi digital. Kini ibu bisa mendampingi anak mempelajari
beberapa hal hanya menggunakan laptop atau gadget saja, tentunya dengan
mengakses dari internet di sela waktu aktivitas di rumah.
Menjadi ibu di masa kini juga menuntut para wanita untuk terus
berkreasi, upgrade pengetahuan serta kreativitas diri. Sesuai dengan
perkembangan di era globalisasi yang sangat cepat, jika tidak diikuti dengan
arahan ibu, maka anak-anak akan kehilangan arah dan panutan. Sehingga ketika
suatu hari nanti terdapat informasi yang menyebar, anak bisa menyaring apakah
informasi ini layak diterima atau sekedar hoax yang dibiarkan berlalu
begitu saja.
Peran wanita memang sangat besar demi kelangsungan hidup
anak-anaknya, tak hanya menyiapkan makanan untuk perkembangan fisiknya saja,
melainkan juga menyiapkan pendidikan serta karakter yang mana ia harus mendidik
seorang anak sesuai dengan masa tumbuh kembang anak, bukan lagi mendidik
seperti di masa ibu dulu dibesarkan.
Menampilkan teladan yang baik dalam sikap dan tingkah laku di depan
anak termasuk metode pendidikan yang paling baik dan utama. Itulah mengapa
seorang waita yang bergelar ibu patut disebut Madrasah Ula (Sekolah Pertama)
bagi anak-anaknya. Maka, membuka diri untuk belajar pengetahuan baru dengan
memanfaatkan media digital tak hanya bermanfaat untuk diri ibu saja, melainkan
hal tersebut juga akan sangat berguna nantinya untuk diajarkan kepada anak.
Pemegang kendali pendidikan anak di rumah adalah ibu. Jika
pembelajaran di sekolah terdapat hari libur untuk jeda atau refresh
pikiran karena dituntut untuk memahami banyak pelajaran, maka berbeda dengan
pendidikan di rumah yang tidak mengenal hari libur. Ibu mengupayakan untuk
mengajarkan sesuatu kepada anak dengan cara yang menarik dan menyenangkan,
salah satunya dengan memanfaatkan media digital untuk literasi.
Jika tugas seorang ibu dianggap beban, maka akan menjadi hal yang
berat ketika dijalani. Rubahlah mindset bahwa tugas ibu mendidik anak
merupakan suatu anugerah yang paling istimewa, kerjakan dengan perasaaan yang
paling bahagia dan menikmati momen-momen terindah bersama sang anak.
Menghadirkan harapan bahwa kelak malaikat kecil yang ibu ajari sekarang adalah
generasi penerus bangsa yang luar biasa hebat membelah dunia dengan wawasan
pengetahuan bekal dari pendidikan ibu di rumah.
Anak yang cerdas terlahir dari ibu yang cerdas. Ungkapan populer
yang seringkali kita dengar. Sungguh klise memang, akan tetapi seiring
berkembangnya waktu, memaknai ibu cerdas tak hanya yang berprestasi memenangkan
juara dalam bidangnya, melainkan ibu yang bersemangat membersamai perkembangan
anak sesuai dengan era di masa anak dibesarkan.
Kedekatan emosional anak dengan ibu tentunya harus tetap terjaga
ketika bersentuhan dengan dunia digital. Sebagai bentuk relasi dan interaksi
sosial antara ibu dan anak bisa diwujudkan dengan aktivitas sederhana, seperti
mendampingi ketika anak sedang menonton atau mendengarkan dongeng dari media
digital.
Hal tersebut sebagai antisipasi akan dampak negatif anak yang
terlalu kecanduan gadget dan berakibat buruk pada tumbuh kembang anak,
karena ia akan cenderung menjauh dari interaksi sosial di dunia nyata.
Sementara itu, keterampilan digital dan kecakapan emosional perlu
disampaikan ibu kepada anak yang tumbuh beranjak dewasa. Ibu bisa memposisikan
dirinya sebagai teman anak yang tentunya tetap memberikan ruang kepada mereka.
Ketika anak memahami pengetahuan tentang keterampilan digital dan
kecakapan emosional, seperti memahami isi dari media, karakterisitik media,
juga mengoperasikan fitur-fitur yang sudah tersaji. Maka, anak akan mengerti
bagaimana cara ia menyampaikan opini di media digital sehingga terhindar dari
ujaran kebencian dan perundungan atau populernya disebut Cyber Bullying.
Peran wanita dalam literasi digital menjadi sangat penting sebagai
jendela informasi keluarga. Pola
pengasuhan anak dan pengawasan penggunaan teknologi menjadi salah satunya. Oleh
karena itu, ruang pemberdayaan perempuan serta wawasan teknologi bagi perempuan
dibutuhkan di era masa kini. Dengan tujuan meminimalisir sisi negatif dari
pemanfaatan pesatnya perkembangan dunia digital.
Dengan begitu, semakin meningkatnya wanita-wanita Indonesia yang
tergerak untuk cerdas dalam bersosial media dan berliterasi, maka akan
berbanding lurus dengan tingkat kesuksesan program literasi digital nasional.
Tak perlu lagi meragukan generasi-generasi yang akan melanjutkan perjuangan
negeri ini, meski dengan gempuran pesatnya perkembangan teknologi. Sebab mereka
terdidik di rumahnya tanpa hari libur oleh sang Madrasah Ula yang mahir
dalam dunia digital dan terliterasi.
BIONARASI
Riza Ardiyanti dilahirkan di kota pudak, 18 Maret 1997. Gelar
sarjana Humaniora di bidang Bahasa dan Sastra Arab diperolehnya di UIN Sunan
Ampel Surabaya pada tahun 2019. Kini mengabdikan diri sebagai pendidik di MIM I
Gumeno Manyar Gresik. Suka menulis, karena baginya menulis adalah mencurahkan
rasa tanpa mengharap balasan rasa yang sama. Selain mengajar, ia juga menggoreskan jejak jurnalis
sebagai kontributor media dakwah digital PWMU.CO sampai sekarang.
Aku menulis hari ini, namaku abadi selamanya.
Sapa Riza di akun instagram : @rizazha_
0 Comments